Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.6, No. 2
216
H a l a m a n
Sehingga bisa dikatakan pula bahwa
orang Jepang mempunyai “rasa memiliki”
yang luar biasa. Dan apabila seseorang
mendapatkan posisi pada suatu perusa-
haan, maka ia akan menganggap dan
memperlakukan perusahaan itu sebagai
keluarga dan rumahnya. Karena itu, di
Jepang, ada tradisi di mana orang yang
tinggal menetap di suatu perusahaan dan
menghabiskan seluruh hidupnya untuk
bekerja pada perusahaan tersebut. Ini
merupakan suatu alasan bahwa rasa
memiliki terhadap suatu perusahaan san-
gatlah kuat. Dan mereka bersedia ber-
korban apapun demi perusahaan mereka.
Mereka bekerja dengan pemikiran bahwa
apa yang mereka kerjakan akan mem-
bawa keuntungan bagi mereka, bagi kebi-
jakan perusahaan, dan tentu saja mem-
bawa keuntungan bagi negaranya.
Maka tak heran jika di Jepang ada suatu
tradisi mempekerjakan tenaga kerja se-
shushin-koya
seseorang yang bekerja hanya pada satu
perusahaan untuk seumur hidupnya,
karena rasa memiliki yang sangat tinggi
itu. Para pekerja tersebut bekerja seumur
hidupnya untuk suatu perusahaan; dan
sebaliknya perusahaan menjamin upah
dan pekerjaan selama hidup kerja penuh
shogai-fuye
Prinsip mempekerjakan secara permanen
seperti ini mencakup ketentuan bahwa
pekerja tidak akan dipecat, tetapi pekerja
secara moral tidak berkewajiban untuk
tetap bekerja dalam satu perusahaan.
Namun, hanya jika tetap bekerja untuk
satu perusahaan, maka pekerja akan
mendapatkan hak-hak istimewa berdasar-
kan lamanya bekerja. Jadi prinsip mana-
jemen ini berdasarkan pada keuntungan
praktis dan bukan berdasarkan keterika-
tan
Sistem ini mengekang ambisi untuk karier
pribadi, yang diganti dengan gagasan
bekerja untuk kebaikan perusahaan. Rasa
kesetiaan dipusatkan kepada perusahaan
itu sendiri. Prinsip pekerjaan tetap dan
bersamaan dengan itu ganjaran untuk
masa kerja lama melalui tambahan
kepada gaji dan melalui promosi menurut
senioritas. Salah satu keuntungan dari
prinsip memperkerjakan secara permanen
ini bagi perusahaan adalah bahwa mem-
berikan jaminan kepada perusahaan un-
tuk dapat mempertahankan para peker-
janya yang cakap dan terampil
RASA KESETIAAN
Sejak zaman Tokugawa berlaku suatu pola
perilaku bagi staf manajerial dalam
hubungan keluarga—pemilik (maksudnya:
antara karyawan yang dianggap sebagai
keluarga sendiri dengan pemilik purusa-
haan). Ini merupakan hubungan pribadi
berdasarkan rasa kewajiban, yang timbul
dari timbul dari rasa terima kasih. Doron-
gan motivasinya adalah pengabdian pri-
badi. Pengabdian pribadi ini sebenarnya
berakar dari nilai tradisi bangsa Jepang
akan rasa kesetiaan. Dan dalam hal ini
rasa kesetiaan atau loyalitas yang tinggi
kepada perusahaan tempatnya bekerja.
Kalau ditanyakan mengapa bangsa
Jepang memiliki rasa kesetiaan dalam
nilai tradisinya? Penulis melihat hal ini ada
hubungannya dengan sejarah Jepang di
masa lampau, yang pada akhirnya mem-
bentuk watak bangsa Jepang sebagai
bangsa yang memiliki rasa kesetiaan yang
tinggi.
Jepang mempunyai latar belakang feodal.
Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah
Jepang, masyarakat Jepang pada Zaman
Edo terbagi dalam empat stratifikasi sosial
yang mana pembagian ini berdasarkan
pada kedudukan dan pekerjaannya. Strati-
fikasi sosial di Jepang ini dikenal dengan
Shi- No- Ko- Sho. ShiBushi
Samurai
NoNomin
KoShokuin
ShoShonin
bushi
samurai
DEWI SOETANTI