Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.8, No. 2
253
H a l a m a n
mereview
usaha dari uasaha menengah dan besar. Iklim usaha yang kondusif diharapkan
dapat menarik investor dalam dan luar negeri. Wilayah kajian adalah Pulau
Batam dan Kota Makassar. Hasil studi menunjukkan bahwa penurunan jumlah
perusahaan menengah dan besar terjadi pada era tahun 1996-1998.
Pemulihan ekonomi mengakibatkan jumlah perusahaan menengah dan besar
meningkat di tahun 1999 dan 2000, tetapi jumlah ini menurun lagi pada tahun
2001 dan 2002. Hasil ini berlawanan dengan total ouput nasional yang selalu
meningkat dari tahun 1996 sampai tahun 2002. Potensi investasi di Indonesia
relatif rendah, walau demikian pemerintah berusaha menetapkan kebijakan
untuk mendorong iklim usaha yng kondusif seperti paket kebijakan ekonomi,
dan regulasi anti monopoli. Kebijakan ini diikuti dengan peraturan pemenitah
yang meliputi stuktur, perilaku dan kinerja pasar. Survey di dua lokasi
menunjukkan kebijakan persaingan usaha belum diimplementasikan di dua
wilayah tersebut. Kebijakan daerah adalah untuk meningkatkan pendapatan
asli daerah
.
Kata Kunci : kebijakan persaingan usaha, daya saing, usaha menengah dan
besar.
bidang
REKAYASA
KEBIJAKAN PEMANTAUAN PERSAINGAN USAHA
BAGI USAHA MENENGAH DAN BESAR:
KASUS PULAU BATAM DAN KOTA MAKASSAR
LIA WARLINA
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Komputer Indonesia
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada pertengahan tahun 1997
telah menyebabkan berakhirnya periode
pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil
selama 30 tahun. Krisis ekonomi yang
kemudian dampaknya bersifat multidimensi
menimbulkan depresi yang berkepanjangan
secara umum terhadap prospek
perkembangan dunia usaha dan
ketenagakerjaan, dan khususnya terhadap
perkembangan investasi. Pemulihan
ekonomi yang telah berlangsung sejak
tahun 2001, tetapi berjalan lamban dan
belum mencapai tingkat pertumbuhan yang
ajeg dan memadai seperti yang diharapkan
mendekati kondisi sebelum krisis.
Peranan kelengkapan infrastruktur
cukup menentukan dalam mendukung
kegiatan usaha. Adanya krisis ekonomi ini
mengakibatkan pembangunan infrastruktur
banyak tertunda, yang berdampak pada
menurunnya minat investor untuk berusaha
di Indonesia. Hal ini merupakan kendala
utama dalam pengembangan perekonomian
di Indonesia. Berdasarkan perkiraan dari
Bappenas (2003) di Indonesia terdapat
financial gap
Rp 267 triliun (US$31 miliar) untuk
pembangunan infrastruktur pada periode
2005-2009. Jadi untuk lima tahun ke