Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.8, No. 2
260
H a l a m a n
melihat bahwa konsumen berada di mana
saja baik wilayah lokal, nasional maupun
global. Hal yang sama juga adalah pesaing
yang dapat berada di mana saja.
Selanjutnya, pemerintah daerah sebagai
company harus menetapkan standar-
standar yang sama dengan standar yang
diinginkan oleh masyarakat secara global.
(Prasetyo, 2004).
KPPOD (2002) meneliti kebijakan
daerah (Perda, SK Kepala Daerah dan
sebagainya) yang berkaitan dengan daya
tarik investasi seperti pajak,retribusi, dan
pungutan lainnya di 134 kabupaten/ kota
menunjukkan hanya sekitar 15% perda yang
cukup mendukung terhadap daya tarik
investasi. Salah satu aspek yang diteliti dari
perda-perda yang berkaitan dengan iklim
investasi adalah pelayanan perizinan
terhadap dunia usaha. Sekitar 50% dari
responden pelaku usaha mengganggap
bahwa pelayanan terhadap perizinan dunia
usaha cukup baik.
Hasil survai terhadap wilayah kajian
yang meliputi Pulau Batam dan Kota
Makassar secara umum pemerintah daerah
tersebut belum menurunkan kebijakan
daerah yang berkaitan dengan pemantauan
daya saing. Secara umum berkaitan
dengan kebijakan pemantauan daya saing
yang meliputi paket kebijakan ekonomi dan
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999
tentang pelarangan praktek monopoli dan
persaingan tidak sehat, wilayah kajian
belum menurunkan kebijakan secara
eksplisit baik dalam bentuk peraturan
daerah maupun surat keputusan kepala
daerah. Peraturan daerah lebih kepada
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
PENUTUP
Hasil kajian memberikan gambaran
adanya penurunan jumlah perusahaan pada
perusahaan menengah besar selama
periode krisis antara tahun 1996 dan 1998.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi, jumlah
perusahaan menegah besar meningkat
pada tahun 1999 dan 2000, tetapi jumlah
ini kembali menurun pada tahun 2001-02.
Hal ini tidak sejalan dengan nilai output
yang terus meningkat dari tahun 1996
sampai dengan 2002.
Potensi investasi di Indonesia bila
dibandingkan dengan negara lain relatif
rendah, tetapi pemerintah telah berusaha
dengan menetapkan kebijakan untuk
mendorong iklim usaha yang kondusif
terutama bagi usaha menengah dan besar
dengan menetapkan paket kebijakan
ekonomi dan undang-undang anti-monopoli.
Kebijakan ini perlu ditindaklanjuti dengan
diterbitkan peraturan pemerintah yang akan
lebih mempertimbangkan tiga faktor yaitu
struktur, perilaku dan kinerja pasar. Sangat
beralasan
kiranya
Pemerintah
mengeluarkan UU No 25/ 2007 tentang
Penanaman Modal.
Beberapa implikasi kebijakan dan
rekomendasi dikemukanan dalam studi ini.
Pertama, walaupun daya saing investasi di
Indonesia masih relatif belum memadai
dibandingkan
dengan
negara-negara
tetangga, potensi untuk meningkatkan
minat investor menanamkan modalnya di
berbagai sektor sangat besar, yaitu dengan
memberikan berbagai insentif (seperti
pembebasan pajak pada awal berusaha)
dan kepastian keamanan dan hukum, serta
penyediaan infrastruktur yang handal.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia
untuk mendukung angkatan kerja yang
handal juga merupakan isu strategis dalam
persaingan yang sangat kompetitif untuk
menarik investasi asing ke Indonesia.
Kualitas sumber daya manusia yang tinggi
diharapkan
dapat
mengkompensasi
terhadap terus meningkatnya tuntutan
kenaikan tingkat upah buruh, yang justeru
menjadi salah satu keuntungan kompetitif
utama di negara-negara seperti Cina dan
Vietnam. Kedua, investasi di sub-sektor
industri besar/sedang dengan menekankan
teknologi padat karya masih dibutuhkan di
masa mendatang untuk menampung
angkatan kerja yang terus bertambah, dan
sekaligus sebagai mesin pertumbuhan
ekonomi nasional.
Survai pada dua wilayah kajian
memberikan gambaran bahwa kebijakan
persaingan usaha belum secara eksplisit
diterapkan di daerah. Dua lokasi kajian
Lia Warlina