Page 1Page 2Page 3Page 4Page 5Page 6Page 7Page 8Page 9Page 10Page 11Page 12Page 13Page 14
Page 3 of 14Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.10 No. 1
53
H a l a m a n
menghadapi krisis ekonomi. Hal ini
didukung oleh laporan Biro Pusat Statistik
dan
Bank
Indonesia
(2006),
yang
menyebutkan bahwa pada masa tersebut
UKM di Jawa Barat justru mampu
meningkatkan kontribusinya terhadap PBD
39,8%
menjadi
59,4%.
Meskipun
menunjukkan perbaikan, eksistensi UKM
masih belum bisa terlepas dari beberapa
permasalahan klasik yang menyertainya,
dan salah satu masalah klasik yang
dihadapi UKM adalah masalah akses modal
dan kesempatan mendapatkan peluang
usaha. Bagi pengusaha kecil dan
menengah,
persoalan
permodalan
(aksesibilitas terhadap modal) ternyata
merupakan masalah yang utama seperti
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Kesulitan Usaha Mikro
Sumber: Data BPS, 2006 (diolah)
Beberapa kalangan banyak yang berasumsi
bahwa UKM tidak memiliki potensi untuk di
danai oleh lembaga keuangan formal.
Kelompok usaha tersebut dinilai tidak layak
not bankable
agunan, serta diasumsikan kemampuan
mengembalikan
pinjamannya
rendah,
kebiasaan menabung yang rendah, dan
mahalnya biaya transaksi. Akibat asumsi
tersebut, maka aksesibilitas dari UKM
terhadap sumber keuangan formal rendah
termasuk UKM pemasok ke peritel besar.
UKM pemasok adalah usaha UKM yang
melakukan mitra dengan peritel besar
dalam proses penjualan produk (barang)
yang dihasilkannya. Definisi tentang UKM
dijelaskan berdasarkan UU No. 20 Tahun
2008. Dalam proses mitra tersebut peritel
besar harus memberikan andil dalam
membangun
kemitraan
bisnis
dan
memberikan pemberdayaan yang sejati
terhadap produsen skala mikro kecil
menengah. Di lain pihak, UKM yang
bermitra perlu bertanggung jawab berupa
pemasokan
produk
berkualitas
dan
kontinyu sesuai prasyarat toko modern.
Dengan demikian, kedua pihak mampu
mewujudkan peran dan fungsi masing-
masing.
Peritel besar dalam memasarkan produknya
disesuaikan dengan tuntutan konsumen.
Menurut Cravens dan Piercy (2006), agar
berhasil dalam persaingan pada lingkungan
usaha yang selalu bergejolak pada masa
kini,
diperlukan
strategi
pemasaran
market driven strategic
yang
dapat
mengantisipasi
seluruh
keinginan
dan
kebutuhan
konsumen
didukung oleh pendapat Buchari Alma
(2006) bahwa konsumen selalu memilih
barang yang dapat memuaskan kebutuhan
dan
keinginannya.
Konsumen
dapat
dikelompokan
sesuai
dengan
kebutuhannya.
Perkembangan Ritel di Jawa Barat cukup
cepat, sejalan dengan perkembangan
penduduk dan pendapatan masyarakat.
Pada Tahun 2008 di Jawa Barat terdapat
125 buah Departemen store atau 18,8
persen Depatemen Store berada di Jawa
Barat. Supermarket sebanyak 194 buah
atau 13,4 persen Supermaket berada di
Jawa Barat. Minimarket sebanyak 1.300
buah atau 12,6 persen minimarket berada
di Jawa Barat. Sedangkan Hipermarket
sebanyak 29 buah atau 22,3 persen dari
total hipermarket yang ada di Indonesia.
Penyebaran peritel besar di Jawa Barat
seperti pada Tabel 2.
UKM pemasok ke peritel besar posisi
tawarnya masih relatif lemah, terutama
Dr. Kartib Bayu, Ir.,M.Si., Dr. Dedi Sulistiyo S, ST.,MT
No
Jenis
Kesulitan
Usaha
Kecil
Usaha
Menengah
1
Kesulitan
modal
34.55%
44.05%
2
Pengadaan
bahan
baku
20.14%
12.22%
3
Pemasaran
31.70%
34.00%
4
Kesulitan
lainnya
13.6%
9.73%