Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.10, No. 2
174
H a l a m a n
group militan lainnya yang menjadikan
Islam sebagai elemen penting untuk
identitasnya. Seperti yang terdapat di
bagian selatan Thailand, Moro National
Liberation Front (MNLF) dan Moro Islamic
Liberation Front (MILF) di Philipina, dan
Free Aceh Movement (Gerakan Aceh
Merdeka) di Indonesia.
Tujuan dari kelompok-kelompok ini di satu
sisi ada persamaan yaitu dalam menetang
pemerintah, dan ada yang meminta hak/
otonomi khusus, atau bahkan ingin
memisahkan diri dari negara dan
membentuk negara lain atau negara
Islam. Tetapi ada juga group atau
kelompok-kelompok yang memiliki tujuan
lain namun cukup mendapatkan perhatian
dari AS, yaitu kelompok-kelompok yang
kerap melakukan aksi atau demonstrasi
anti-Amerika. Di Indonesia ada yang
disebut Islamic Defenders Front (Front
Pembela Islam/FPI), yang berdiri sejak
1998 dan selalu aktif dalam menyuarakan
anti-Amerika. Dan gerakan-gerakan ini
semakin meningkat di negara-negara Asia
Tenggara pasca peledakan WTC dan
pasca penyerangan AS ke Afghanistan.
Namun demikian para kelompok tersebut
sangat mampu memanfaatkan kelemahan
-kelemahan pemerintah lokal, semakin
tipisnya batas negara (borderless) akibat
globalisasi, dan minimnya kerjasama
internasional di kawasan ini. Semua faktor
diatas mempermudah perpindahan baik
orang maupun uang untuk bergerak dari
satu tempat ke tempat yang lain di dunia
ini dengan sangat mudah.
Asia Tenggara juga dikenal sangat longgar
dalam pengamanan keamanan terutama
keimigrasian. Malaysia misalnya, tidak
membutuhkan penggunaan visa bagi
penduduk dari negara muslim lainnya.
Sedangkan Filipina sangat dikenal dengan
kelalaiannya dalam melakukan kontrol
keimigrasiannya. Sedangkan Indonesia
dan Thailand merupakan negara dengan
jumlah orang asing yang keluar masuk
dengan mudah.
Persoalan lain yang menjadikan Asia
T e n g g a r a
s a n g a t
r a w a n
b a g i
perkembangan terorisme dalam perspektif
AS adalah persoalan kurangnya law
enforcement. Pada Febuari 2002, the
international Action task Force on Money
Laundering, menyatakan bahwa Indonesia
dan Philipina merupakan negara di
kawasan Asia Tenggara yang dianggap
tidak kooperatif dalam memerangi
Money Laundering
Diketahui bahwa Thailand baru membuat
hukum/kebijakan anti-money Laundreing
pada tahun 1999. Sedangkan philipina
baru saja mulai pada 2001. Akan tetapi
Indonesia tercatat belum sama sekali
mengambil tindakan bagi kejahatan
tersebut, bahkan Indonesia belum memilki
legalitas hukum yang pasti untuk
menangani kasus tersebut meskipun
Asian
Development Bank
Selain tingkat kejahatan money laundering
dan illegal transfer yang tinggi, kejahatan
lain yang jumlahnya juga sampai pada
tingkat yang rawan adalah acts of piracy
(pembajakan laut). Kasus pembajakan di
Asia Tenggara meningkat tajam setelah
Perang Dingin berakhir. Meskipun angka
kasus pembajakan di Asia Tenggara
mengalami penurunan pada 2001, tetapi
jumlah kasusnya tetap lebih tinggi
dibandingkan tahun 1999. Lebih dari 335
serangan pembajakan terjadi sepanjang
2001 di Asia, dan data dari International
Maritime Bureau (IMB) menunjukkan
bahwa 91 dari kasus pembajakan
tersebut terjadi di laut atau peraiaran
Indonesia.
Dari seluruh persoalan yang bermunculan
baik sebelum serangan 11 September
t e r j a d i ,
m a u p u n
s e t e l a h n y a ,
bagaimanapun telah menarik perhatian AS
terhadap kawasan Asia tenggara. Secara
Dewi Tri Wahyuni