Page 1Page 2Page 3Page 4Page 5Page 6Page 7Page 8Page 9Page 10Page 11Page 12Page 13Page 14Page 15Page 16
Page 6 of 16Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.10, No. 2
252
H a l a m a n
governance
fleksibel sejalan dengan keadaan, budaya
dan tradisi masing-masing negara. Prinsip-
prinsip dalam OCED seperti yang
dikemukakan oleh I Nyoman Tjanger,
et.al (
lima bidang utama yaitu: hak-hak para
pemegang saham, peran para karyawan
dan pihak-pihak yang berkepentingan,
pengungkapan yang akurat, tepat waktu
dan transparan berkaitan dengan struktur
dan operasi korporasi, tanggung jawab
dewan komisaris dan direksi terhadap
perusahaan, pemegang saham dan pihak-
pihak yang berkepentingan lainnya.
Sehingga prinsip-prinsip tersebut dapat
dirangkum menjadi perlakuan yang setara
(transparancy
akuntabilitas
accountability
dan
Responsibilitas
responsibiltas).
Di
Indonesia sendiri pelaksanaan praktik
GCG diatur dalam Undang-undang No. 49
Tahun 2007, yang harus berlandaskan
Transparansi,
Accountabillity,
Responsibility,
dan
Fairness.
transparancy
menjaga objektifitas dalam menjalankan
aktifitas
bisnis,
perusahaan
harus
menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses
dan
dipahami
oleh
pemangku
accontability)
berarti
perusahaan
harus
bisa
mempertanggungjawabkan
kinerjanya
secara transparan dan wajar, sehingga
dibutuhkan pengelolaan perusahaan yang
benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang
saham.
Kesetaraan
dan
kewajaran
fairness)
memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan
Responsibility)
artinya perusahaan harus mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melakukan
peraturan
perundang-
undangan serta melaksanakan tanggung
jawab sosial terhadap masyarakat dan
lingkungan. (Mas Ahmad Daniri, 2005).
Tantangan yang dihadapai yaitu masih
belum dipahaminya secara luas prinsip-
prinsip dan praktik GCG oleh komunitas
bisnis dan publik pada umumnya.
Akibatnya komunitas internasional masih
menempatkan Indonesia pada urutan
bawah
rating
implementasi
GCG
sebagaimana dilakukan oleh Standard &
Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers,
Moudy’s Morgan Stanley dan Calper’s.
Pricewaterhouse Coopers dalam
Report on institusional investor Survey
(2002)
diurutan terbawah untuk pelaksanaan
praktik transparansi dan keterbukaan
informasi bersama China dan India
dengan nilai 1,96. Penelitian Ho dan Wang
(2000) menunjukan Indonesia, Thailand
dan
Jepang
mempunyai
tingkat
transparansi yang rendah dan merupakan
negara yang mengalami volatile shocks
yang lebih besar dibandingkan dengan
negara yang mempunyai transparansi
yang lebih tinggi (Hongkong, Singapura
dan Taiwan).
Transparansi dapat diartikan sebagai
keterbukaan informasi baik dalam proses
pengambilan keputusan maupun dalam
mengungkapkan informasi material dan
relevan
mengenai
perusahaan.
Pengungkapan
informasi
apabila
dihubungkan dengan prinsip GCG
tentunya
tidak
hanya
berhubungan
dengan prinsip transparansi saja tetapi
terkait pula dengan prinsip akuntabilitas
yang intinya adalah perusahaan harus
bisa
mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar,
Responsibility)
yang intinya perusahaan harus mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melakukan
peraturan
perundang-
undangan serta melaksanakan tanggung
jawab sosial terhadap masyarakat dan
lingkungan. (Mas Ahmad Daniri, 2005).
Lilis Puspitawati