Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.13 No. 1
82
H a l a m a n
Tanah kawasan hutan yang dikuasai oleh
pemerintah adalah bukan atas nama per-
empuan atau laki-laki, tapi tanah petani.
Tanah rakyat. Dalam perjuangan perebutan
kedaulatan sumber daya agraria, ternyata di
kampong Palintang warga tidak akan
melihat “perempuan”. Bahkan militansi per-
empuan bisa melebihi dari laki-laki. Mes-
kipun membutuhkan pengorbanan yang luar
biasa.
Jikalau ada seorang perempuan yang berani
maju ke depan saat tak ada laki-laki yang
berani melawan tentara, polisi, pemilik mod-
al maka bagi warga palintang sah-sah saja.
Petani tidak mempersoalkan itu pada prak-
tiknya. Karena kultur petani Kampong Palin-
tang, Desa Cipanjalu tidak melarang per-
empuan untuk bersama-sama maju mem-
perjuangkan kedaulatan sumber daya agrar-
ia.
Tetapi setelah penguasaan sumber daya
agraria kembali ke tangan rakyat tani, tepat-
nya pada fase penataan produksi apakah
tidak terdapat bias gender dalam pembagi-
an kerja di dalamnya? Karena hampir di
setiap kebudayaan kita masih kuat
mekanisme hokum adatnya. Kultur seten-
gah feodal masih dapat terlihat di pembagi-
an kerja domestic maupun dalam pengel-
olan sumber daya agraria. Dalam kasus Bu
Nih belajar dari peran perempuan dalam
tata kuasa tanpa dikotomi gender tersebut
di atas, ternyata memudahkan orang-orang
menerima perspektif gender dalam pena-
taan produksi. Di Kampong Palintang
cenderung lebih mudah terjadi pembagian
kerja dengan perpektif gender karena mere-
ka melihat Bu Nih sebagai salah satu pem-
impin gerakan tani.
Seorang pemimpin tani harus lahir dari
rahim rakyat tani yang selama ini ditindas
oleh penguasa. Sebagai pemimpin tani ha-
rus bisa melihat peluang sehingga tidak
terjebak oleh system pemerintahan yang
bertujuan mengecilkan gerakan tani. Jika
pemimpin massa tani tertangkap maka ini
akan memberikan pengaruh yang buruk
pada organisasi. Hal ini dikarenakan sifat
gerakan tani yang masih mengandalkan
ketokohan.
Perempuan Kampong Palintang yang men-
jadi pemimpin kelompok-kelompok tani te-
lah mampu menjaga semangat kaum massa
tani dalam perjuangannya dan bisa
mencegah terjadinya perpecahan di tubuh
organisasi. Perjuangan yang lama dan be-
lum ada tanda-tanda akan berhasil me-
lahirkan kejenuhan di tubuh massa ternyata
berhasil ditangani pemimpin-pemimpin per-
empuan tani di kampong tersebut. Mereka
bijaksana dalam menghadapi keluhan-
keluhan massa dan mampu mencari
langkah-langkah perjuangan yang baru un-
tuk memenangkan tuntutan terhadap
perhutani. Kehati-hatian dalam membangun
kerjasama dengan kelompok lain seperti
aparat desa, pihak bank dan pengusaha
telah mereka lakukan dengan baik. Kesala-
han dalam membangun kerjasama bisa
menimbulkan kekecewaan internal organ-
isasi dan menimbulkan perpecahan.
Pada tahun 2002 sempat terjadi per-
pecahan dalam organisasi petani Palintang
karena salah satu pemimpin kelompok tani
adalah laki-laki yang berniat melakukan
poligami. Inipun diselesaikan dengan baik
oleh para perempuan dalam organisasi ter-
sebut. Setelah pemimpin tersebut diganti
dengan pemimpin dari perempuan kondisi
organisasi menyatu kembali dan berangsur
membaik hingga kini.
Meski begitu para pemimpin organisasi dari
kaum perempuan palintang ini memiliki
kelemahan karena belum optimal mengem-
bangkan kemampuannya dalam berorgan-
isasi ditengah-tengah kesibukannya dalam
pertanian
dan
domestik
Selain
itu
penyebabnya juga adalah masih banyak
kaum perempuan tani palintang yang tidak
percaya diri akibat dari terlalu lama men-
galami penindasan. Kondisi ini membutuh-
kan waktu yang relatif lama untuk menya-
darkan massa tani baik perempuan maupun
laki-laki . mereka masih merasa “nyaman”
dengan kehidupan sekarang.
Aulia Asmarani