Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.14 No. 1
5
H a l a m a n
bagai sumber data baik melalui surat atau-
pun media elektronik berhubungan dengan
tema penelitian. Sebelum menentukan te-
ma, penulis telah melakukan penelaahan
terhadap data yang terkumpul yaitu
mengenai penanganan banjir baik di Indo-
nesia maupun di Jepang. Hasil analisis studi
pendahuluan penulis tertarik untuk meneliti
mengenai penaggulangan banjir di Jepang
dilihat dari aspek budaya. Untuk
menganalisis data, penulis menggunakan
analisis lapangan model Spradley yaitu ana-
lisis taksonomi dimana data akan dijabar-
kan lebih terperinci untuk mengetahui
struktur internalnya dengan observasi ter-
fokus.
TEMUAN PENELITIAN
1. Banjir di Jepang dan Penanganannya
Penanggulangan banjir di Jepang berada di
bawah koordinasi Kementrian Tanah, Infra-
tuk tiap wilayah (region) ada departemen
khusus pengawasan sungai dan wilayah-
river administrator
agkan pada saat terjadi bencana, yang men-
jadi koordinatornya adalah Kementrian da-
Kementrian negara khusus manajemen
bencana. Untuk riset banjir sendiri, Jepang
mempunyai pusat riset masalah kebumian
NIED,Na-
tional Research Institute for Earth Science
and Disaster Prevention
subsenter yang meneliti banjir dan long-
National Institute for Land and Infrastruc-
ture Management
perencanaan-perencanaan lingkungan
terkait, seperti sungai, dam, dan
perencanaan pengkordinasian saat
bencana. Khusus untuk banjir kota, Kyoto
DPRI (Disaster Preven-
tion Research Institute
um khusus yang meneliti masalah bagaima-
na mengontrol banjir di kota tersebut. Di
beberapa universitas pun terdapat laborato-
rium yang memiliki ketertarikan terhadap
Disaster
Control Research Center
Universitas Tohoku (Roychansyah; 2007).
Setiap tahunnya, Jepang menjadi langganan
banjir. Dan faktor penyebab banjir itu sendiri
lebih dikarenakan posisi geografisnya yang
mengharuskan berhadapan dengan curah
hujan tinggi. Tidak hanya itu Jepang pun
merupakan Negara yang setiap tahunnya
Taifu
tang dari selatan, kemudian menyapu dara-
tan Jepang ke utara. Sehingga Jepang su-
dah berpengalaman berhadapan dengan
banjir sejak dari dulu dan undang-undang
tentang sungai (river law) pun sudah dibuat
pada zaman Meiji (1896). Namun
pemerintah mulai menetapkan sebuah sis-
tem langkah-langkah pencegahan bencana
banjir dengan diberlakukannya undang-
undang tindakan darurat pengendalian ban-
jir dan erosi pada tahun 1960 setelah
rentetan bencana seperti badai topan Ma-
kurazaki (1945), topan kathleen (1947),
bajir di Kyushu (1953) dan Topan Ise Bay
(1959) yang merupakan bencana banjir
paling hebat yang pernah terjadi dalam
sejarah Jepang, melanda Jepang. Rentetan
badai topan berskala besar tersebut
menimbulkan kerusakan besar dan
semakin memperburuk Jepang yang pada
saat itu sedang mengalami krisis pangan
setelah kekalahan pada PD II.
Pada akhir tahun 1950-an sampai tahun
1960, Jepang bergerak dari Negara industri
primer menjadi industri sekunder. Dan pe-
rubahan struktural industri terjadi dari ta-
hun 1960 sampai 1970-an yang menyebab-
kan Jepang bergerak ke industri tertier. Pe-
rubahan tersebut berkontribusi kepada per-
tumbuhan ekonomi yang cepat tetapi juga
mengakibatkan urbanisasi, kerusakan
lingkungan seperti polusi udara dan air
sehingga krisis air yang parah menjadi isu
besar di daerah perkotaan dan industri
baru. Masalah krisis air bersih ini
diperburuk dengan adanya kekeringan yang
terjadi pada musim panas tahun 1963,
yaitu tahun dimana Olimpiade pertama
diselenggarakan di Asia. Pada waktu itu,
Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan