Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.14 No. 1
34
H a l a m a n
untuk mengejek Tuan Hakuseki—di ru-
mahnya sendiri! Ini gila.
(Tokaido Inn : 300)
Dengan suara ibunya, Tomomi mencela
tuan Shakuheki karena pengkhianatan dan
aib yang ia berikan, melemparkan cacian
dan makian kedalam mimpinya. “Meski kau
kaya dan berkuasa, dan makmur karena
tanah yang kau curi dari keluargaku, kau
masih meminta lebih. Untuk sesuatu yang
tak bisa kau dapatkan, benar kan?” Hantu
itu tertawa, menghina dengan sangat kasar
hingga Seikei tidak habis piker kenapa Tuan
Hakuseki bisa meredam amarahnya. “Apa
yang kau inginkan adalah rasa hormat,”
kata hantu itu, menekankan pada kata tera-
khir. “Rasa hormat yang hanya dimiliki sam-
urai sejati. Di istana shogun, kau hanya
diterima, tidak dieri tempat terhormat. Kare-
na shogun, sama seperti orang lain melihat-
mu, menilaimu dari apa yang telah kau
lakukan. Manusia tanpa kehormatan.”
“Ini milikmu?” cemooh Tomomi, menunjuk-
kan permata itu. “Ambillah jika bisa…
pencuri! Aku adalah Genji, anak Takezaki
Kita, orang yang kau curi permatanya.”
“Ingat?” cemoohnya pada sang daimyo.
“Kau ingat siapa aku?” Ia melewati tusukan
kaku Tuan Hakuseki untuk kedua kalinya,
dan
menyayat pipi lainnya.
Ia melihat dengan tatapan berani, lalu ber-
lutut. Menurunkan pedangnya, men-
guraikan kimono hingga terlihat kulit lehern-
ya. Samurai shogun menghunus pedang
dan menebaskannya ke arah leher Tomomi
dengan sekali tebasan. Kepala aktor itu
jatuh ke lantai dan semburan darah keluar
dari tubunya. Tangannya terbuka, Seikei
melihat batu rubi merah terjatuh dan
menggelinding di antara simbahan darah di
lantai. Perlahan, kepala Tomomi berhenti
menggelinding. Matanya masih terbuka,
dan Seikei melihat meski sudah mati, wajah
Tomomi menyungging senyum keme-
nangan.
Hakim Ooka menunduk untuk menutup ma-
ta Tomomi. Ia berdiri dan berjalan mendeka-
ti Seikei. “Sekarang kau sudah melihat ke-
matian seorang samurai”, kata sang hakim.
b. Cerita dan Plot
Foster (1970:35) dalam Nurgiyantoro
(2010:91) mengartikan cerita sebagai se-
buah narasi berbagai kejadian yang sengaja
disusun berdasarkan urutan waktu. Cerita
dalam novel Tokaido Inn menggunakan plot
lurus atau maju dimana peristiwa-peristiwa
yang dikisahkan bersifat kronologi. Secara
singkat, cerita novel Tokaido Inn sebagai
berikut :
Seikei, seorang remaja berusian 14 tahun
yang sejak kecil memiliki hasrat besar men-
jadi samurai tengah menemani ayahnya
seorang saudagar teh dalam perjalanan
bisnis dari Osaka ke Edo melewati jalur To-
kaido dengan menaiki kago (kereta
panggul) mewah milik mereka. Di tengah
perjalanan, secara kebetulan mereka
menyaksikan insiden kecil antara seorang
daimyo (Tuan Hakuseki) dengan seorang
pengemis. Ketika Seikei dan ayahnya ber-
malam di sebuah penginapan, terjadilah
pencurian batu rubi milik Tuan Hakuseki
yang kebetulan bermalam di penginapan
yang sama. Seikei yang pada saat kejadian
belum tidur, sempat mendengar sesuatu
yang mencurigakan bahkan sosok aneh
yang dipikirnya adalah hantu itu hendak
masuk ke kamarnya. Keesokan harinya,
Seikei bersaksi kepada Hakim Ooka, samu-
rai pegawai Keshogunan yang bertugas me-
nangani kasus pencurian tersebut bahwa
pencurian telah dilakukan oleh ’hantu’.
Kesaksian Seikei ini menyelamatkan tokoh-
tokoh lainnya yang tidak bersalah dari tudu-
han sebagai pencuri, kecuali pemilik
penginapan yang lebih memilih melakukan
Fenny Febrianty